Rabu, 26 Juni 2024 – 10:38 WIB
hidup – Universitas Sebelas Maret berhasil belajar Tentang koneksi dinasti politik Dan miskin. Judul penelitian tahun 2018 adalah “Paradoks Dinasti Politik Regeneratif dan Kemiskinan di Era Otonomi Daerah”. Ditulis dan diteliti oleh Danur Condro Guritno, Bhimo Rizky Samudro dan Albertus Maqnus Susilo.
Studi ini mengidentifikasi tiga jenis dinasti politik. Yang pertama adalah bentuk dinasti politik yang relatif moderat. keluarga Resmi Politik bersaing memperebutkan kekuasaan melalui proses demokrasi. Dalam bentuk ini, dinasti politik mengikuti semua prosedur dan aturan demokrasi yang berlaku secara alami.
Kedua, membangun dinasti politik melalui kader politik. Dengan cara ini, anggota keluarga dipersiapkan dan dididik untuk menghadapi persaingan politik di masa depan. Dinasti politik semacam ini menekankan pada kedewasaan dan kemampuan anggota keluarga yang telah dididik sejak lama, dibandingkan hanya mengandalkan darah atau reputasi.
Ketiga, bentuk dinasti politik yang lebih otoriter. Pengaturan ini dibuat untuk memastikan bahwa tidak ada kandidat lain yang bisa menjadi pesaing setara. Ada manipulasi politik dalam proses pencalonan dan pemilih tidak punya pilihan selain memilih kandidat yang disiapkan oleh pejabat politik.
Di Indonesia, kemenangan terbesar calon kepala daerah yang terkait dengan dinasti politik terjadi di tingkat daerah, yaitu sebanyak 46 pasangan calon (atau 47,4% dari 97 pasangan) memenangkan pemilu. Di tingkat provinsi, 2 dari 6 pasangan calon gubernur yang terkait dengan dinasti politik (sekitar 33,3%) berhasil menang. Sedangkan di tingkat kota, 10 dari 32 pasangan calon wali kota yang terkait dengan dinasti politik (sekitar 31,2%) berhasil menang.
Penelitian dilakukan di 12 kabupaten (kota). Tingginya angka kemenangan di daerah berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan, ekonomi dan akses terhadap informasi dibandingkan di kota. Hasilnya, peneliti menyimpulkan bahwa daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi cenderung menjadi lahan subur tumbuhnya dinasti politik.
Perkembangan dinasti politik dalam pemilihan kepala daerah dan legislatif menunjukkan bahwa preferensi dan pertimbangan pemilih masih dipengaruhi oleh gengsi dan reputasi keluarga pejabat. Kebanyakan pemilih cenderung memilih kandidat dari keluarga penguasa untuk menghindari ketidakpastian di masa depan. Namun, visibilitas dan reputasi keluarga calon tidak selalu mencerminkan kemampuan mereka dalam memimpin dan membawa kemajuan bagi daerah yang ingin dipimpinnya.
Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dinasti politik yang berdasarkan garis keturunan dan gengsi seringkali tidak mendukung munculnya inovasi dan kreativitas. Kreativitas dan inovasi hanya dapat muncul dari pemimpin yang mempunyai latar belakang akademis yang kuat, latar belakang intelektual, wawasan yang luas dan integritas yang tinggi.
Meski sebagian besar masyarakat masih menganggap dinasti politik sebagai hal biasa, namun masih terdapat penolakan dari beberapa kelompok di beberapa daerah. Penolakan ini didasari karena dinasti politik tidak memberikan kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan daerah yang tidak mengalami dinasti politik.