Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa tekanan ekonomi global masih akan menjadi isu yang signifikan pada tahun mendatang, dan hal ini berpotensi memiliki dampak yang kuat pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Menurutnya, tekanan ekonomi global tersebut terutama dipicu oleh ketidakpastian ekonomi dari dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China. Sri Mulyani menyatakan pandangannya ini saat berbicara dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta pada Selasa, 19 September 2023.

Amerika Serikat masih menghadapi tantangan tingginya tingkat inflasi. Pada bulan Agustus 2023, AS melaporkan bahwa inflasi tahunan masih berada pada level 3,7%, naik dari angka bulan sebelumnya yang sebesar 3,2%. Pertumbuhan ekonomi AS juga menunjukkan performa yang lebih rendah dari ekspektasi pasar pada kuartal kedua tahun 2023, hanya tumbuh sekitar 2,1% dibandingkan dengan perkiraan sekitar 2,4%.

Sementara itu, China juga menghadapi proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi, terutama karena masalah di sektor properti akibat bangkrutnya beberapa perusahaan real estate besar seperti Country Garden dan Evergrande. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China hanya sekitar 5,2% pada tahun 2023 dan kemungkinan turun menjadi 4,5% pada tahun 2024. Penurunan ini dapat berdampak pada permintaan impor China dari negara-negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.

Selain masalah kedua negara tersebut, Sri Mulyani juga menyoroti potensi gejolak dalam harga komoditas akibat meningkatnya ketegangan geopolitik di berbagai wilayah dunia. Ketegangan ini dapat mengganggu rantai pasokan barang dan berpotensi merusak stabilitas harga komoditas.

“Situasi geopolitik dan gangguan dalam rantai pasokan yang memengaruhi harga komoditas, terutama yang mencolok adalah harga minyak yang saat ini mencapai lebih dari US$ 95 per barel,” ungkap Sri Mulyani. “Ini juga dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan perubahan iklim, seperti harga batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Semua ini menghadirkan tantangan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” tambahnya.

Dengan begitu banyak ketidakpastian ekonomi global yang harus dihadapi, pemerintah Indonesia mungkin perlu mengambil langkah-langkah yang hati-hati dalam merencanakan dan mengelola kebijakan ekonomi dalam negeri untuk menghadapi dampak dari tekanan ekonomi global yang masih berlanjut.