Penganiayaan santriwati terjadi di Ponpes Aziziyah Lombok Barat

MATARAN (ANTARA) – Kepolisian Resor Kota (Polresta) di Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengelola pendidikan dasar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Aziziyah di Kabupaten Lombok Barat.

Badan Reserse Kriminal (Satreskrim) adalah kantor polisi di Mataram dan saya menyuruh Yogi Purusa menjalani hukumannya di Mataram karena dianggap menghina keluarganya.

“Iya itu sudah kita lakukan. Setelah itu kita mulai melakukan penyelidikan. Untuk itu kita harus berhenti merokok (mengurangi rokok),” kata Kompol Yogi.

Para peneliti dari Universitas Negeri Mataram mensurvei anak-anak ini selama perawatan di panti jompo dan menanyakan tentang persyaratan kesehatan yang mereka miliki sebagai pengasuh, yang sekarang mereka identifikasi dalam perawatan di rumah di negara bagian Lombok Timur.

“Sejak rumah-rumah runtuh di Lombok Timur, kondisi sanitasi rumah menjadi semakin buruk, dan masyarakat mulai menggunakan ventilator untuk mempertahankan hidup mereka,” katanya.

Untuk mewujudkan pola hidup sehat, Kompol Yogi meluangkan waktu memikirkan cara mendapatkan kembali nutrisi dari rumah.

“Jadi untuk mencapai hal tersebut, kita harus membawa perbekalan kesehatan dari rumah,” ujarnya.

Setelah koin jenis ini diselidiki, diketahui bahwa koin tersebut juga berasal dari keluarga yang sama. Setelah itu, pemerintahan baru mulai membawa anak-anak dari kampung halamannya untuk mencari kerabatnya di pedesaan.

Kompol Yogi bercerita kepada sang anak, saat bangun tidur, ia selalu melakukan hal-hal yang membosankan di rumah.

“Saat anak-anak masih membaca, mereka selalu dimarahi dan ditertawakan oleh gurunya,” ujarnya.

Layanan kesehatan di rumah terganggu di provinsi Lombok Timur tahun lalu, sementara rumah-rumah banyak dicari oleh penduduk setempat.

“Ya, saya sampaikan sekarang, orang-orang yang terjebak di tepi antara hidup dan mati,” ujarnya.

Saya didiagnosis mengidap penyakit Aziz sejak kecil, dan sejak 17 Juni.

“Kami tidak ingin bepergian dan tidak ingin pulang. Untuk bertahan hidup, kami harus menjaga diri sendiri dan keluarga di negara seperti NTT,” tambahnya.

Lantas itu yang berasal dari NTB, mereka bawa ke keluarganya di Lombok Timur.

Di SD NI (13) NTT ini diadakan kebaktian sinagoga Ende dan Ponpes Al-Aziziyah.

Meski ada yang berteriak, Kompol Yogi tetap berteriak, lalu kembali berteriak sambil mengatakan akan menyusul secepatnya.

“Ingin jalan-jalan, memikirkan Natal, dan pergi ke klinik juga memberi kami kabar baik,” ujarnya.

Segera semuanya dimulai, dan motivasi pengambilan keputusan ini adalah untuk memperingati Pangeran Aziz.

“Iya pemburu, kalau mangsanya mati maka kita juga akan dibunuh oleh pemburu,” kata Kompol Yogi.



Tautan sumber